Siapakah Calon Bupati Tuban 2011 - 2015?

Senin, 08 Juni 2009

MENGGUGAT KEBERPIHAKAN ANGGARAN PUBLIK

Anggaran, APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), pada filosofinya bersumber dan milik rakyat, sehingga harus ditujukan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Keberpihakan suatu negara atau daerah terhadap rakyatnya, dapat dilihat dari arah kebijakan anggaran.

Anggaran yang diputuskan melalui proses politik, sangat dipengaruhi oleh komitmen politik rezim yang berkuasa. Ketidakberpihakan anggaran kepada rakyat pada suatu Negara atau daerah, menunjukan rezim yang berkuasa menghianati aspirasi rakyat yang memilihnya.

Beberapa permasalahan umum dalam pengelolaan APBD diantaranya adalah ketergantungan daerah terhadap APBD terhadap dana perimbangan masih tinggi. Hal ini menunjukan daerah belum sepenuhnya mampu menjalankan otonomi daerah. emampuan daerah dalam menggali PAD melalui potensi yang ada belum signifikan. Berdasarkan grafik di bawah, Pendapatan Asli Daerah tidak ada yang mencapai 40% dari total
Belanja daerah masih di dominasi oleh belanja aparatur ketimbang pelayanan publik. Walaupun pada beberapa daerah belanja pelayanan publik lebih besar, namun pada dasarnya di dalam belanja tersebut masih terdapat, belanja-belanja administrasi umum dan biaya pegawai. Selain itu, pada daerah tertentu seperti Kota Palu masih menggabungkan antara belanja aparatur dengan pelayanan publik.

Belum ada sepamahaman yang sama antara aparat di daerah dalam mengkategorikan, jenis belanja yang masuk dalam kelompok belanja aparatur dan pelayanan publik.

Sejak berlaku anggaran yang berbasis kinerja tahun 2002, sampai saat ini Daerah belum sepenuhnya mampu menerapkan anggaran Kinerja. Hal ini diindikasikan dari pengelompokan jenis belanja yang masih belum konsisten, dan penyusunan indikator kinerja belum dijadikan ukuran keberhasilan suatu unit kerja. Kelemahannya daerah tidak mampu menyusun indikator kinerja pada setiap kegiatan secara terukur.

Walaupun, pada beberapa daerah telah mencantumkan indikator kinerja, termasuk pengelolaan anggaran berbasis kinerja. namun indikator tersebut masih tidak realistis, yang berkonsekwensi langsung terjadinya pemborosan anggaran, inefisiensi dan berpotensi untuk di korup
Waktu penetapan APBD masih belum sesuai dengan batas waktu yang diberikan UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, yang menyatakan APBD ditetapkan paling lambat Bulan November atau 1 bulan setelah APBN ditetapkan.

Akibatnya, molornya penetapan APBD dan perubahannya berimplikasi pada terhambat proses pembangunan dan pelayanan publik. Realisasi anggaran yang terlambat, banyak proyek yang baru berjalan pada akhir tahun, sehingga membuka peluang terjadinya laporan fiktif penggunaan anggaran.

Berdasarkan hasil beberapa kajian, bentuk penyimpangan/korupsi anggaran sudah terjadi sejak awal proses perencanaan anggaran atau bentuk merencanakan korupsi. Pola yang terjadi pada sisi belanja, melakukan mark-up penetapan harga barang di atas harga pasar, barang yang menunjuk pada spesefikasi merk tertentu, dan pengalokasian proyek-proyek titipan dari kalangan yang dengan dengan eksekutif dan legislatif. Pada sisi pendapatan, melakukan mark-down penetapan estimasi pendapatan dibawah potensi pendapatan.

Bentuk korupsi dalam perencanaan anggaran berimplikasi pada realisasi anggaran, dimana terjadi proses tender tertutup, penunjukan langsung, dan proyek fiktif. Dalam tahap pertanggungjawaban, untuk menutupi korupsi pada saat implementasi anggaran dilakukan pembuatan laporan pertanggungjawaban fiktif. Contohnya kasus korupsi korupsi yang dilakukan oleh elit negara/daerah, Gubernur/walikota/bupati.

Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran negara, tidak hanya sebuah retorika komitmen moral semata tapi harus menjadi komitmen politik riil pemerintah-legislatif sebagai bentuk pencegahan dini terjadi pemborosan anggaran dan korupsi. Komitmen politik menjadi suatu keharusan hendak kemana republik ini dikelola?. Hal itu dapat diukur dalam angka-angka dokumen anggaran (APBDN/D) dan implemantasinya, apakah APBN/D yang diputuskan melalui proses politik berpihak pada rakyat miskin.

Transparansi dan akuntabilitas harus menyentuh seluruh proses kebijakan anggaran baik di level nasional maupun di daerah. APBN/D dalam proses perencanaan, pembahasan, pelaksanaan dan pertanggung jawabannya harus dilakukan secara terbuka sesuai pasal 23 (1) UUD 1945 dan UU no 17/2003 tentang Keuangan Negara, namun dalam kenyataannya dokumen anggaran masih dianggap sebagai rahasia negara serta proses penganggaran dan pengelolaan uang rakyat masih belum menunjukkan akuntabilitas yang sesungguhnya. Uang rakyat dalam APBN/D yang dijarah oleh para koruptor yang dikembalikan kepada negara hingga saat ini belum diumumkan kepada publik, baik bentuk lembaga yang mengelolanya, sumber dan besarannya maupun reorientasi peruntukannya.

Sejalan dengan UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, semangat anggaran berbasis kinerja harus benar-benar diterapkan oleh seluruh perangkat kelembagaan yang mempergunakan uang rakyat, dari pusat sampai daerah. Perilaku menghabiskan anggaran harus dikenakan sanksi tegas sebagai tindak pidana korupsi. Wallahul alam.


Oleh:
Hadi Prayitno

(Lakpesdam Tuban)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar